May Day, Buruh, dan Sistem Ketenagakerjaan

 *May Day, Buruh, dan Sistem Ketenagakerjaan*





*OPINI -* Hari ini tanggal 1 Mei, menjadi momentum spesial bagi seluruh pekerja (Buruh) di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Sebab, pada hari ini para buruh memperingati Hari Buruh Sedunia atau May Day yang sebahagian besar menyebutnya hari kemenangan. Berdasarkan sejarahnya, May Day merupakan peringatan untuk mengenang pejuang buruh pada tahun 1886 di Amerika Serikat dalam meminta waktu kerja dari 12 jam per hari dikurang hingga menjadi 8 jam per hari.


Sama halnya di Indonesia, May Day juga memiliki sejarah dan kesan tersendiri bagi seluruh buruh dari sabang sampai merauke. Perjuangan para buruh pada masa awal sebelum kemerdekaan terjadi pada tahun 1920 silam. Perjuangan itu bahkan berlarut sampai pada tahun 1948 dengan hadirnya konsensus yang mengatur kebebasan buruh dengan memberikan hari libur nasional yang termaktub dalam undang-undang nomor 12 tahun 1948 pasal 15 ayat 2 yang menyatakan pada 1 Mei buruh dibebaskan dari kewajiban bekerja, dan akhirnya menjadi hari buruh nasional.


Sehingga itulah, perjuangan para buruh dalam memperjuangkan haknya perlu mendapat apresiasi dari semua kalangan. Sebab, apa yang diperjuangkan itu merupakan bagian dari aksi profesional dengan mengedepankan pendekatan objektif, persuatif, dan visi kebersamaan dalam membangun peradaban bangsa lebih baik lagi. Setidaknya, perjuangan para buruh kini mulai berhasil sepenuhnya dalam mencapai kesejahteraan, yaitu dengan memperoleh penghidupan yang layak atau setidaknya hasil kerja mereka telah memenuhi kebutuhan sehari-hari.


Di nusantara ini, keberhasilan para buruh, hemat penulis diawali ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memimpin. Sebab, saat itu pemerintah sepakat agar pekerja dengan pendapatan kurang dari Rp2 Juta tidak diwajibkan pajak. Hal ini bahkan terdukung dengan pembatalan sistem kerja kontrak outsourcing dari mahkamah konstitusi pada 17 Januari 2012, karena dianggap bertentangan dengan undang-undang dasar 1945. Meskipun mendapat perhatian dari pemerintah, namun buruh harus tetap memperjuangkan haknya dalam memperoleh kehidupan yang lebih layak.


Setidaknya dalam setiap peringatan May Day beberapa tahun terakhir ini, buruh dalam menggelar unjukrasa hanya menekankan tiga tuntutan yang bertujuan untuk kemaslahatan bersama. Pertama, penghapusan pekerja kontrak dan magang karena dinilai hanya bentuk perbudakan modern, dan menilai sistem tersebut hanya memberikan ketidakpastian kerja. Kedua, meminta jaminan sosial seperti kesehatan gratis untuk rakyat dan jaminan pensiun bagi buruh yang harus setara dengan aparatur sipil negara dengan memberikan 60 persen dari upah terakhir mereka. Dan ketiga, menuntut pencabutan PP nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan yang mengatur kenaikan gaji buruh hanya bisa 10 sampai 20 dolar pertahun.


Namun pada 3 tahun terakhir ini, terdapat tambahan tuntutan yang selalu disuarakan para buruh, yakni dengan penolakan undang-undang omnimbuslaw dan bahkan PP tentang cipta kerja. Tentunya para buruh memiliki alasan tersendiri untuk menolak peraturan baru tersebut, hal itu dikemukakan langsung oleh presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal. Mengutip di Kompas.com, RUU Cipta Kerja dinilai hanya untuk menghilangkan upah minimum, pesangon, jaminan sosial, sangsi pidana bagi pengusaha yang tak membayar pesangon, serta penggunaan outsourcing yang bebas, menjadikan jam kerja menjadi eksploitatif, penggunaan karyawan kontrak yang tidak terbatas, penggunaan TKA unskilled workers, mempermudah PHK.


Oleh karena itu, perayaan May Day dengan melakukan unjukrasa merupakan bagian dari keinginan untuk mendapat afirmasi, bukan untuk menghadirkan masalah baru. Apa yang dilakukan dalam memperjuangkan hak-hak para buruh, tentu untuk menyelesaikan berbagai masalah melalui stakeholder terkait. Sebab, para buruh tak menginginkan berbagai komunikasi tertutup, hingga akhirnya mereka tak dapat menyampaikan aspirasi dengan baik, dan pengusaha-pengusaha tempat mereka bekerja juga yang tak mampu menyelesaikan masalah-masalah buruh.


*Buruh Harus Sejahtera*


Meminjam sabda baginda Rasulullah SAW yang diriwayatkan Ibnu Majah 'berikanlah pekerja upahnya sebelum keringatnya kering'. Sebagai sesama pejuang, kita semua tentu sama-sama pernah menikmati hidup dalam ketiadaan, yang bahkan membuat kita terlilit utang, itulah yang dimaksud hidup tanpa kesejahteraan dalam berfikir,  dimana harus memikirkan ekonomi yang masih bermasalah meski sudah bekerja.


Oleh karena itu, melalui penegasan kekasih Allah SWT, setiap pemberi upah harus segera memberikan pesangon para pekerja sebelum diminta. Penegasan lainnya dalam anjuran wajibnya memberikan upah sebelum keringat buruh kering tertuang dalam hadist yang memiliki arti 'menunda penunaian kewajiban (bagi yang mampu) termasuk kedzaliman' (HR. Bukhari nomor 2400 dan Muslim nomor 1564). Sementara itu, praktek pemberian upah yang terjadi di negeri ini masih terus menghabisi tenaga pekerja untuk menuntut, padahal saja, beberapa penggalan ucapan manusia mulia menyinggung tentang kewajiban memberikan hak pekerja sebelum keringat mereka pupus.


*Pengangguran - Buruh*


Meningkatnya angka pengangguran di Indonesia tentu masih terus menjadi perhatian besar pemerintah. Sementara, di sejumlah negara juga demikian, pengangguran tetap meningkat meski pasar kerja telah dibuat. Mungkinkah inilah yang dimaksud pentingnya perluasan perlindungan kerja bagi semua jenis pekerjaan, tanpa melihat hubungan kerja. Oleh karena itu, kita semua perlu mengapresiasi setiap langkah yang ditempuh pemerintah dalam mengatasi pengangguran atau bangsa yang tidak bekerja.


Sebab, dengan fleksibiltasnya pasar tenaga kerja, seringkali bukan lah jawaban tunggal bagi tingginya angka pengangguran. Dalam banyak kasus, hambatan saing dan investasi justru kadang lebih banyak bersumber dari birokrasi yang berbelit, biaya ekonomi yang meningkat, buruknya infrastruktur, maraknya pungutan, sistem perpajakan yang tidak kompetitif, dan tidak adanya kepastian hukum. Semua itu tentu harus dibenahi agar seluruh bangsa ini dapat menempuh jalan kesejahteraan seperti yang selalu diperjuangkan para buruh 'meminta penghapusan sistem kontrak'. SELAMAT HARI BURUH INTERNASIONAL, 1 MEI 2023.


*Muhammad Rifki Syaiful Rasyid,* Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Halu Oleo, Penulis Buku Dari Rahim PMII: 7 Tantangan Kader pada Era Disrupsi.

Tag : Opini
0 Comments for "May Day, Buruh, dan Sistem Ketenagakerjaan"

Silakan tulis komentar anda!

Back To Top