Quo Vadis Ekonomi Indonesia

Imron Rosyadi (ilustrasi)


Belum lama Presiden Joko Widodo melantik menteri dan wakil menteri yang diberi nama Kabinet Indonesia Maju. Terlepas dari pro dan kontra terkait siapa saja yang mengisi pos-pos jabatan tersebut, tantangan terberat pemerintah adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi  dan menciptakan masyarakat yang adil dan makmur.

Pertumbuhan ekonomi selama lima tahun terakhir hanya berkutat di kisaran 5 persen. Kondisi ini jauh dari yang ditargetkan Presiden Jokowi sebesar 7 persen pada pemilihan presiden (Pilpres) 2014 lalu.

Pertumbuhan yang mandek ini tidak terlepas dari volatilitas perekonomian global. Terlebih efek dari perang dagang antara Amerika Serikat dan China yang memicu ketidakkondusifan kondisi ekonomi Indonesia.

Sempat saya tanyakan pada saat seminar yang diisi oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayan dan Resiko (DJPPR) Kementerian Keuangan perihal kemandirian ekonomi Indonesia, tetapi jawaban yang saya harapkan tidak sesuai dengan yang saya dapatkan. Yang disampaikan merupakan hal yang bersifat umum dan biasa-biasa saja bahwa Indonesia tidak bisa mengenyampingkan kondisi perekonomian dunia. Tidak menampik, ada keterkaitan dari masing-masing negara. Tetapi sekurang-kurangnya ada upaya yang secara masif dipersiapkan jauh-jauh hari untuk ketahanan ekonomi Indonesia.

Kesiapan ini diharapkan mampu menjadikan ekonomi Indonesia yang berdikari. Dalam hal ini, pemerintah tidak hanya menyalahkan gonjang-ganjing kondisi perekonomian global. Maka perlu inisiasi dari pemerintah untuk menguatkan perekonomian dalam negeri.

Tantangan Kuantitas dan Kualitas
Melalui pidatonya seusai pelantikan, Presiden Joko Widodo menyebutkan ada lima target kerja pemerintahan kedua periode 2019-2024. Adapun kelima target kerja itu ialah pembangunan SDM, pembangunan insfrastruktur, penyederhanaa regulasi, reformasi birokrasi, dan transformasi ekonomi.

Dengan lima target kerja tersebut beliau optimistis akan membawa Indonesia menjadi negara maju. Bahkan akan diyakini akan membentuk jalan yang akan membawa Indonesia dari perangkap kelas menengah menuju Indonesia emas 2045, dengan pendapatan perkapita 320 pertahun atau 27 juta perbulan.

Untuk mecapai mencapai target tersebut, perlu kerja yang optimal, sinergitas, dan koordinasi yang baik sehingga benar kerja kabinet adalah kerja tim.

Sejalan dengan cita-cita Presiden Joko Widodo, dua tantangan yang harus menjadi concern sekaligus, yaitu meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara kuantitatif dan menjaga kualitasnya dengan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang dapat dirasaskan oleh semua kalangan.

Kuantitas pertumbuhan ekonomi bisa kita lihat dengan melihat angka pertumbuhan ekonomi. Tetapi tidak bisa kita berkutat pada besaran dan angka-angka dari indikator ekonomi belaka. Kualitas pertumbuhan ekonomi jauh lebih penting karena menunjukkan ke-inklusif-an dari pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Artinya pertumbuhan ekonomi dapat dinikmati oleh semua kalangan di Indonesia.

Menurut Prof. Boediono (2009), petumbuhan ekonomi berarti perluasan kegiatan ekonomi, adalah salah-satunya cara untuk meningkatkan penghasilan anggota masyarakat dan membuka lapangan kerja baru. Sementara itu, stabilitas ekonomi adalah satu-satunya cara untuk melindungi agar penghasilan masyarakat yang diupayakan meningkat tidak digerogoti oleh kenaikan harga (inflasi). Pertumbuhan ekonomi dan stabilitas ekonomi  bersama-sama adalah kunci peningkatan kesejahteraan rakyat. Meskipun demikian, peningkatan kesejahteraan yang adil dan merata menjadi syarat pokok yang harus dipenuhi.

Sebagai penutup, pemerintah diharapkan untuk tidak berfokus pada kuantitas pertumbuhan ekonomi belaka tetapi juga menitik beratkan terhadap kualitas ekonomi sehingga tercipta pemerataan ekonomi yang menyentuh semua kalangan dan menjadikan bangsa Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur.

*) ditulis oleh Imron Rosyadi
Tag : Ekonomi, Opini
0 Comments for "Quo Vadis Ekonomi Indonesia"

Silakan tulis komentar anda!

Back To Top