Merdeka dalam Belajar

merdeka dalam belajar penerbit progresif
ilustrasi (sumber:kampusdesa.or.id)

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim nampaknya tengah serius dalam mengubah pola konstruksi dan sistem pembelajaran di sekolah yang selama ini dikenal oleh publik sebagai sistem yang tumpang tindih dan tidak efisien. Hal ini dibuktikan dengan diaktualisasikannya ide yang dikenal oleh masyakarat luas dengan istilah Merdeka Belajar.  Adapun empat program yang diusung dalam Merdeka belajar yaitu perombakan UN, USBN, Zonasi dan RPP. RPP (Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran) merupakan perangkat pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam membantu pelaksanaan proses belajar mengajar agar sesuai dengan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD). RPP berisi tentang pengaturan yang berkenaan dengan perkiraan atau proyeksi tentang apa yang dilakukan pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung, kemungkinan pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah direncanakan ataupun tidak karena proses pembelajaran bersifat situasional, apabila perencanaan disusun secara matang maka tidak akan jauh dari apa yang telah disusun. Setiap pendidik pada suatu lembaga kependidikan (guru) berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara efektif, efisien, inspiratif, menyenangkan, dan memotivasi siswa untuk berpartisipatif aktif dalam pembelajaran.

Selama ini fakta berbicara bahwa walaupun sesungguhnya maksud disusunnya RPP sungguh baik, tapi tidak sedikit pula guru yang merasa terbebani dengan hal itu. Hal itu juga berakibat pada seringkali ditemukan guru yang mengajar tanpa membuat RPP terlebih dahulu. Secara umum alasan guru sehingga ia tidak membuat RPP sebagai acuan proses belajar di kelas yakni, pertama, guru menganggap proses pembelajaran yang terpenting adalah substansinya, bukan membuat RPP yang kadang dibuat bingung formatnya. Kedua, RPP kadang kala mematikan kreativitas guru di dalam proses pembelajaran karena pemebalajaran di kelas harus sesuai RPP yang dibuat. Ketiga, guru membuat RPP di akhir proses pembelajaran lebih lanjut di akhir semester sebagai bentuk laporan. Keempat, guru membuat RPP yang disamakan dengan tahun kemarin tanpa adanya perubahan substansial.

Tugas seorang guru tidak hanya mengajar dalam kelas, tetapi melengkapi administratif di dunia pendidikan seperti: menyusun program tahunan, menyusun program semester, menyusun program pembelajaran, melaksanakan program pembelajaran, melaksanakan evaluasi pembelajaran sesuai dengan kompetensi yang disyaratkan, melaksanakan analisa hasil evaluasi, menyusun dan melaksanakan program perbaikan/pengayaan. Selain tugas-tugas tersebut masih ada lagi beberapa tugas administrasi lainnya seperti PKP zonasi. Sangat banyak tugas guru selain mengajar siswanya di kelas ini dirasa sangat membebani. Bisa dibayangkan seorang guru dibebani tugas administrasi yang banyak sehingga konsentrasi terhadap pendidikan dan pengembangan siswa serta dirinya akan terlewatkan. Itu belum terhitung dengan tugas yang berhubungan dengan fungsinya, seperti menjadi kepala sekolah, wali kelas, dan posisi-posisi lainnya.

Seorang guru tugasnya mendidik sehingga ada pembagian tugas di sekolah. Seperti bagian kurikulum, tata usaha dan yang lainnya. Hemat penulis alangkah baiknya jika mereka lah yang menyelesaikan dan mengurus administrasi guru, sehingga wajar jika Mendikbud Nadiem Makarim mencetuskan Merdeka Belajar untuk mengubah penyusunan RPP yang sebelumnya tiga belas halaman menjadi cukup satu halaman saja. Dengan ditentukannya RPP yang hanya terdiri dari satu halaman ini diharapkan agar dapat mengurangi beban guru dalam membuat, dan menggunakan RPP sehingga guru dapat lebih leluasa mengembangkan pembelajaran dalam kelas. Perubahan peraturan terkait format RPP ini akan membuat guru berlaku efisien dan lebih mempunyai banyak waktu untuk mempersiapkan dan mengevaluasi pembelajaran itu sendiri.

Setiap kebijakan tentu akan menimbulkan pro dan kontra di khalayak ramai. Namun jika kita cermat dalam memperhatikan kebijakan ini maka kita akan tahu sesungguhnya kebijakan ini sangat berpotensi besar mengarah kepada hal yang kurang baik. Penyederhanaan format RPP walaupun mempunyai dampak positif tapi potensi berdampak negatif itu ada. Monitoring dan evaluasi diperketat adalah konsekuensi dari diterapkannya kebijakan ini. Hal ini perlu dilakukan agar guru kemudian tidak bersikap meremehkan dan mengesampingkan RPP. RPP sebagai salah satu perangkat pembelajaran harus bisa sampai substansinya ke peserta didik. Jangan sampai RPP dengan segala urgensinya kemudian disusun dengan ala kadarnya. Terdiri dari tiga poin dan boleh hanya satu halaman tentu tidaklah dapat menjadi alasan guru untuk melakukan hal semaunya.

Situasi dalam proses diterapkannya Merdeka Belajar pada ranah penyederhanaan format RPP sesungguhnya menguji profesionalitas dari seorang guru sebagai pendidik. Guru didorong untuk selalu mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan dan semakin kreatif dalam pembelajaran. Kini, setelah diterapkannya menyederhanaan format RPP jangan ada lagi alasan dari guru lalai dalam memperhatikan siswa. Penguatan sistem asesmen dan evaluasi guru harus menjadi tombak. Penanaman nilai keluhuran bangsa serta budi pekerti harus kuat tersampaikan ke siswa. Jangan ada lagi guru yang bersikap pragmatis dan tidak mengindakan karakteristik serta bakat siswa.

*) ditulis oleh Roisyatul Izza
Tag : Opini, Pendidikan
0 Comments for "Merdeka dalam Belajar"

Silakan tulis komentar anda!

Back To Top